Candi Jongke (Mbah Jongke), Serpihan Sejarah Kalimas yang Sulit Ditelusuri



Terdapat sebuah situs/candi yang terletak diujung selatan desa Kalimas. Masyarakat sekitar biasa menyebut dengan sebutan Candi Jongke/Makam Mbah Jongke. Biasanya warga desa Kalimas mengadakan kegiatan rutin tahunan yaitu nyadran yang di laksanakan satu minggu sebelum Ramadhan bertempat di Candi Jongke yang terletak di Dk Remojong Ds Kalimas Randudongkal Kab Pemalang. 

Candi Jongke sendiri merupakan situs berupa bangunan suatu makam atau petilasan tua yang ada di dk Remojong. Makam tersebut diyakini oleh masyarakat Desa Kalimas sebagai petilasan leluhur dari masyarakat desa Kalimas. Konon, Mbah Jongke sendiri masih ada silsilah dengan Syekh Maulana Maghribi, salah satu tokoh penyebar agama Islam di tanah Jawa yang memiliki ilmu sangat tinggi dan diyakini  sebagai salah satu pendiri kerajaan Demak.


Cerita Mbah Jongke terkait erat dengan cerita rakyat soal relasi antara warga Desa Mejagong dan Desa Kalimas. Terdapat mitos bahwa warga desa Kalimas pamali/pantangan ketika hendak menikahi gadis atau jejaka desa Mejagong, sebuah desa yang masih menjadi bagian dari Kec Randudongkal. Sebagian masyarakat mempercayai jika pernikahan tetap dilangsungkan maka akan terjadi malapetaka.

Konon, kepercayaan mengenai larangan menikahnya warga Mejagong dengan warga Kalimas itu berawal pada saat inisiasi pembuatan bendungan dan sungai di Mejagong yang akan mengalir sampai ke desa Kalimas. Seperti dikisahkan dalam Babad tanah Pemalang, Pemalang kala itu dipimpin oleh seorang patih bernama Patih Sampun. Pada saat itu Patih Sampun akan membangun sungai dan bendungan di Pemalang bagian selatan yang lokasinya di Desa Mejagong dan mengalir sampai ke Desa Kalimas. Pada saat pembangunan terjadilah perselisihan antara Mbah Nur Sidik dari desa Mejagong dengan Mbah Jongke dari desa Kalimas. Alkisah, Mbah Jongke melapor ke hadapan Patih Sampun atas ketidak beresan pengerjaan bendungan dan sungai. Mbah Jongke menuduh itu ulah Mbah Nur Sidik. Mbah Nur Sidik dituduh Mbah Jongke bekerja tidak benar dan lambat. Akibat tuduhan tersebut Patih Sampun akhirnya memanggil Mbah Nur sidik lalu menegurnya.

Karena ditegur Patih Sampun, Mbah Nur sidik merasa dipermalukan. Tak terima dengan kejadian itu, akhirnya dengan segala kekuatan dan kesaktiannya Mbah Nur Sidik langsung menyelesaikan pembuatan sungai sampai ke Desa Kalimas hanya dalam waktu satu malam. Sesampainya air mengalir ke Desa Kalimas, Mbah Nur sidik bersumpah dihadapan Mbah Jongke untuk tidak saling berhubungan lagi. Sementara Mbah Jongke sendiri sampai melarang dara dan jejaka Kalimas menikahi gadis dari Mejagong begitu juga sebaliknya. 

Dari cerita inilah yang melatari munculnya mitos larangan adanya pernikahan antara orang Mejagong dengan orang Kalimas. Bahkan tak hanya dilarang untuk menikah, wong Mejagong pun dilarang bermalam di Desa Kalimas. Orang Kalimas percaya bila orang Mejagong bermalam di Kalimas maka akan terjadi hujan badai. 

Hingga saat ini cerita tentang Mbah Jongke memang sulit untuk ditelusuri lebih jauh, mengingat minimnya sumber-sumber yang otoritatif yang menceritakan riwayat kehidupannya. Kendati tidak terlalu banyak diketahui riwayatnya, situs/makam Mbah Jongke kerap diziarahi warga bahkan bukan hanya dari Kalimas. Mereka meyakini bahwa makam leluluhur tersebut layak diziarahi kerena keyakinan akan kepribadiannya sebagai salah satu orang shaleh,
Previous
Next Post »